Keutamaan shalat jenazah

Tempat berdirinya imam dalam shalat jenazah apabila mayyitnya laki-laki, perempuan atau campuran.

Dari Samurah RA, ia berkata : Saya pernah shalat jenazah di belakang Nabi SAW yang menshalatkan jenazah wanita yang meninggal dunia dalam keadaan nifas. Dan beliau SAW dalam shalatnya itu berdiri di tengah-tengahnya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 91]

Dari Abu Ghalib, ia berkata : Aku pernah menshalatkan jenazah seorang laki-laki bersama Anas bin Maalik, maka ia berdiri di dekat kepalanya. Kemudian orang-orang datang dengan membawa jenazah seorang perempuan Quraisy, lalu mereka berkata, “Ya Abu Hamzah, shalatkanlah jenazah wanita ini”. Lalu Anas bin Maalik menshalatkannya dan ia berdiri di tengah-tengahnya. Kemudian Al-’Alaa’ bin Ziyaad bertanya, “Hai Abu Hamzah, apakah seperti itu engkau melihat Rasulullah SAW berdiri ketika menshalatkan jenazah seorang wanita sebagaimana engkau berdiri, dan untuk jenazah laki-laki sebagaimana engkau berdiri ?”. Ia menjawab, “Ya”. Setelah selesai, (Al-‘Alaa’ bin Ziyaad) berkata (kepada kami), “Jagalah (yang demikian) ini”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 249, no. 1039, hadits hasan]

Dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya ia pernah menshalatkan sembilan jenazah laki-laki dan perempuan. Jenazah laki-laki diletakkan dekat dengan imam, sedangkan jenazah perempuan diletakkan dekat dengan qiblat. Dan ia menjadikan mereka itu satu shaff (sejajar). Naafi’ berkata, “Dan dahulu jenazahnya Ummu Kultsum putrinya ‘Aliy yaitu istrinya ‘Umar bin Khaththab RA (ketika dishalatkan dengan jenazah anak laki-lakinya yang bernama Zaid bin ‘Umar), pada waktu itu yang menjadi imam adalah Sa’id bin Al-‘Aash, dan orang-orang yang hadir pada waktu itu ada Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id dan Abu Qatadah. Jenazah lak-laki diletakkan dekat dengan imam (sedangkan jenazah wanita diletakkan dekat dengan qiblat)”. Lalu ada seorang laki-laki yang berkata, “Aku tidak setuju dengan yang demikian itu, lalu aku melihat kepada Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id, dan Abu Qatadah RA”. Aku bertanya, “Bagaimana yang demikian itu ?”. Mereka menjawab, “Itu menurut sunnah”. [HR. Baihaqiy dalam As-Sunanul Kubra juz 4, hal. 33]

Dari Abu Ghaalib, ia berkata : Aku pernah melihat Anas bin Maalik ketika menshalatkan jenazah seorang laki-laki, ia berdiri di dekat kepalanya. Kemudian didatangkan jenazah yang lain, yaitu jenazah seorang perempuan, dan orang-orang berkata, “Hai Abu Hamzah, shalatkanlah jenazah wanita ini !”. Kemudian Anas bin Maalik menshalatkan jenazah wanita tersebut, dan ia berdiri di tengah-tengahnya. Kemudian Al-‘Alaa’ bin Ziyaad bertanya, “Hai Abu Hamzah, apakah seperti itu engkau melihat Rasulullah SAW berdiri ketika menshalatkan jenazah laki-laki seperti engkau berdiri menshalatkan jenazah laki-laki, dan Rasulullah SAW berdiri ketika menshalatkan jenazah wanita seperti engkau berdiri menshalatkan jenazah wanita ?”. Anas bin Maalik menjawab, “Ya”. Kemudian (Al-‘Alaa’ bin Ziyaad) menghadap kepada kami dan berkata, ”Jagalah (yang demikian) ini”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 479, no. 1494]

Keutamaan menshalatkan jenazah.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghadiri jenazah hingga menshalatkannya, maka baginya (pahala) satu qirath, dan barangsiapa menghadirinya sehingga diqubur, maka baginya (pahala) dua qirath”. Ada yang bertanya, “Seperti apa dua qirath itu ?”. Beliau SAW menjawab, “(Yaitu) seperti dua gunung yang besar”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 90]

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi jenazah seorang muslim dengan mengharapkan pahala dari Allah, lalu ia menshalatkannya dan menguburkannya, maka ia mendapat pahala dua qirath. Dan barangsiapa yang menshalatkan jenazah, kemudian pulang sebelum jenazah itu diqubur, maka ia pulang dengan mendapat pahala satu qirath” [HR. Nasaaiy juz 4, hal.77]

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi jenazah seorang muslim dengan mengharapkan pahala dari Allah, lalu ia menshalatkannya dan menguburkannya, maka ia mendapat pahala dua qirath. Dan barangsiapa yang menshalatkan jenazah, kemudian pulang sebelum jenazah itu diqubur, maka ia pulang dengan mendapat pahala satu qirath” [HR. Nasaaiy juz 4, hal.77]

Keutamaan shalat jenazah

Dari ‘Aisyah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidaklah seorang mayyit dishalatkan oleh sekelompok kaum muslimin yang mencapai seratus orang yang semuanya mendoakan untuk mayyit itu, melainkan mereka dikabulkan permohonannya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 654, no. 58]

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Barangsiapa meninggal dunia, lalu dishalatkan oleh seratus orang dari kaum muslimin, maka mayyit itu diampuni dosa-dosanya”. [HR.Ibnu Majah juz 1, hal. 477, no. 1488]

Dari Kuraib bekas budaknya Ibnu ‘Abbas, dari Abdullah bin ‘Abbas, bahwasanya putranya Ibnu ‘Abbas meninggal di Qudaid atau di ‘Usfaan, (Ketika jenazah akan dishalatkan) Ibnu ‘Abbas berkata, “Hai Kuraib, lihatlah orang-orang yang telah berkumpul”. Kuraib berkata : Lalu aku keluar, dan ternyata orang-orang telah berkumpul,. Kemudian aku memberitahukan kepada Ibnu ‘Abbas. Lalu Ibnu ‘Abbas bertanya, “Kamu mengatakan orang-orang yang telah berkumpul ada empat puluh orang ?”. Kuraib menjawab, “Ya”. Ibnu ‘Abbas lalu berkata, “Keluarkanlah jenazahnya, karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian dishalatkan oleh empat puluh orang laki-laki yang tidak musyrik kepada Allah sedikitpun, melainkan Allah menerima permohonan mereka untuk mayyit itu”. [HR. Muslim juz 2, hal. 655, no. 59]

Dari Maalik bin Hubairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang muslim meninggal, kemudian ia dishalatkan oleh kaum muslimin yang mencapai tiga shaff, melainkan pasti (diampuni baginya)”. (Martsad) berkata, “Maka Maalik (bin Hubairah), apabila orang-orang yang akan menshalatkan jenazah itu sedikit, ia menjadikan mereka itu tiga shaff, karena adanya hadits tersebut”. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 202, no. 3166]

Dari Martsad bin ‘Abdullah Al-Yazaniy, dari Maalik bin Hubairah Asy- Syaamiy, ia adalah seorang shahabat. (Martsad) berkata, “Dahulu apabila ada jenazah didatangkan, dan Maalik bin Hubairah melihat bahwa yang akan menshalatkannya sedikit, maka ia menjadikan mereka itu tiga shaff, kemudian Maalik bin Hubairah menshalatkannya”. Dan ia berkata, : Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Tidaklah seseorang meninggal dunia, kemudian ia dishalatkan oleh tiga shaff dari kaum muslimin, melainkan Allah pasti menerima permohonan mereka”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 478, no. 1490]

Shalat jenazah di masjid.

Dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman, bahwasanya ‘Aisyah, ketika Sa’ad bin Abu Waqqash meninggal dunia, ia berkata, “Masukkanlah jenazahnya ke masjid sehingga aku bisa menshalatkannya”. Lalu yang demikian itu ditolak. Maka ‘Aisyah berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW pernah menshalatkan jenazah dua anak Baidla’ di dalam masjid, yaitu Suhail dan saudaranya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 669, no. 101]

Dari ‘Abbad bin ‘Abdullah bn Zubair, bahwasanya ‘Aisyah menyuruh supaya jenazah Sa’ad bin Abi Waqqash dilewatkan di masjid, agar ia bisa menshalatkannya. Lalu orang-orang menolak yang demikian itu. Maka ‘Aisyah berkata, “Alangkah cepatnya manusia itu lupa, padahal Rasulullah SAW tidak menshalatkan jenazahnya Suhail bin Baidla’ melainkan di dalam masjid”. [HR. Muslim juz 2, hal. 668, no. 99]

Dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “(Jenazah) ‘Umar bin Khaththab dishalatkan di dalam masjid”. [HR. ‘Abdur Razzaaq juz 3, hal. 526, no. 6577]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*