Shalat Berjama’ah bagian kedua

TATA TERTIB SHALAT BERJAMA’AH

Bagi seorang Imam :

  1. Yang lebih mengerti serta lebih fashih tentang Al-Qur’an,
  2. Yang lebih memahami Sunnah Rasul,
  3. Yang lebih dahulu hijrah (baik hijrah dari Makkah ke Madinah sebagaimana para shahabat maupun hijrah dari segala yang buruk kepada yang baik),
  4. Yang lebih tua atau yang lebih dahulu Islamnya,
  5. Yang lebih dicintai, dengan kecintaan yang dibenarkan oleh agama.

Dasar penetapan tersebut :

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila mereka tiga orang, maka hendaklah mengimami mereka salah seorang diantara mereka. Dan yang paling berhak menjadi imam diantara mereka ialah yang paling pandai (faham) diantara mereka”. [HR. Muslim juz 1, hal. 464, no. 289]

Dari Abu Mas’ud Al-Anshariy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Yang mengimami suatu kaum itu hendaklah orang yang lebih pandai (faham) tentang kitab Allah diantara mereka. Apabila mereka itu di dalam kefahamannya sama, maka yang lebih mengetahui diantara mereka tentang sunnah. Jika mereka itu sama dalam pengetahuannya tentang sunnah, maka yang lebih dahulu hijrah. Jika mereka itu sama dalam hal hijrahnya, maka yang lebih dahulu diantara mereka masuk Islam. Dan janganlah seseorang mengimami orang lain di dalam kekuasaannya. Dan janganlah ia duduk di tempat kehormatannya yang berada di dalam rumahnya kecuali dengan idzinnya”. [HR. Muslim juz 1, hal. 465, no. 290]

Dari Isma’il bin Raja’, ia berkata : Saya mendengar Aus bin Dlam’aj berkata : Saya mendengar Abu Mas’ud berkata : Rasulullah SAW bersabda kepada kami, “Orang yang mengimami suatu kaum hendaklah orang yang paling pandai diantara mereka tentang kitab Allah dan lebih baik diantara mereka bacaannya. Jika bacaan (kefahaman) mereka itu sama, maka hendaklah mengimami mereka orang yang lebih dahulu diantara mereka berhijrah. Jika mereka itu sama didalam hijrahnya, maka hendaklah mengimami mereka orang yang paling tua umurnya diantara mereka. Dan janganlah kamu mengimami orang lain di dalam keluarganya, dan jangan pula di dalam kekuasaannya. Dan janganlah kamu duduk ditempat kehormatannya di dalam rumahnya, kecuali orang tersebut mengidzinkan untukmu atau dengan idzinnya”. [HR. Muslim juz 1, hal. 465, no. 291]

Dari ‘Aisyah, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW sakit keras, Bilal datang memberitahu beliau bahwa waktu shalat sudah tiba. Beliau bersabda, “Suruhlah Abu Bakar untuk shalat bersama orang banyak”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, Abu Bakar itu orang yang mudah menangis, dan apabila ia menempati tempat engkau (sebagai imam), maka ia tidak bisa memperdengarkan suaranya kepada orang banyak. Sebaiknya engkau perintahkan kepada ‘Umar saja”. Beliau bersabda, “Suruhlah Abu Bakar untuk shalat bersama orang banyak”. (‘Aisyah) berkata : Lalu aku berkata kepada Hafshah, “Katakanlah kepada Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar itu orang yang mudah menangis, dan apabila ia menempati tempat engkau (sebagai imam), ia tidak dapat memperdengarkan suaranya kepada orang banyak. Sebaiknya engkau perintahkan kepada ‘Umar saja”. Lalu Hafshah menyampaikannya kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian benar-benar (seperti) perempuan-perempuan (di zaman) Nabi Yuusuf, Suruhlah Abu Bakar supaya shalat mengimami orang banyak”. Akhirnya mereka menyuruh Abu Bakar untuk shalat mengimami orang banyak. ‘Aisyah berkata : Diwaktu Abu Bakar shalat, Rasulullah SAW merasakan dirinya agak enak, lalu beliau berdiri dengan dipapah dua orang berjalan di atas tanah. ‘Aisyah berkata : Ketika beliau masuk masjid, Abu Bakar mendengar suara beliau, lalu ia mundur. Maka Rasulullah SAW memberi isyarat kepadanya, “Tetaplah berdiri di tempatmu”. Kemudian Rasulullah SAW datang, lalu duduk di sebelah kiri Abu Bakar. ‘Aisyah berkata : Beliau shalat bersama orang banyak dengan duduk, sedang Abu Bakar tetap berdiri. Abu Bakar mengikuti kepada shalatnya Nabi SAW, dan orang banyak mengikuti shalatnya Abu Bakar”. [HR. Muslim juz 1, hal. 313, no. 95]

Dari Abdullah bin ‘Amr bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga golongan yang Allah tidak mau menerima shalat mereka, yaitu : Orang yang mengimami suatu kaum sedang mereka (orang yang diimami tersebut) benci kepadanya, dan seseorang melaksanakan shalat yang sudah bukan waktunya, (yaitu dia melaksanakan shalat setelah waktu shalat tersebut hilang), dan orang yang menjadikan orang merdeka sebagai budak”. [HR. Abu Dawud Juz I, hal 162, no. 593]

Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Ada tiga golongan yang tidak terangkat shalat mereka di atas kepala mereka meskipun satu jengkal (yakni tidak diterima shalat mereka), yaitu : Seseorang yang mengimami suatu kaum sedang mereka (yang diimami itu) benci kepadanya, dan seorang isteri yang bermalam sedang suaminya marah kepadanya, dan dua orang yang saling memutus persaudaraan”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 311, no. 971]

Malik bin Huwairits berkata : Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengunjungi suatu kaum, maka janganlah mengimami mereka, dan hendaklah mengimami mereka salah seorang dari kaum itu”. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 162, no. 596]

Keterangan : Dari hadits-hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa tuan rumah atau orang yang berkuasa di daerah itu lebih berhak menjadi imam, kecuali bila mereka mempersilahkan orang lain untuk mengimaminya.

Dari Abdullah bin ‘Umar, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangisapa mengimami suatu kaum, maka hendaklah takut kepada Allah, dan hendaklah mengetahui bahwa ia sebagai orang yang bertanggungjawab dan akan ditanya tentang apa yang menjadi tanggungjawabnya. Jika ia memperbagus (didalam shalatnya), maka ia mendapatkan pahala seperti pahalanya orang yang shalat dibelakangnya tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka, sedangkan apa-apa yang berupa kekurangan (shalatnya tidak baik), maka yang demikian itu menjadi tanggungjawabnya”. [HR. Thabaraniy dalam Al-Ausath, juz 8, hal. 369, no. 7751, dlaif, karena di dalam sanadnya ada perawi bernama Mu’aarik bin ‘Abbaad]

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “(Imam- imam itu) shalat untuk kamu sekalian. Jika mereka itu benar (di dalam shalatnya), maka (pahalanya) untuk kalian dan untuk mereka. Dan jika mereka itu berbuat salah (didalam shalatnya), maka kalian mendapatkan pahala shalat itu dan mereka mendapatkan dosanya”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 170]

Hal-hal yang dilakukan oleh Imam sebelum shalat Memperingatkan para makmum untuk merapikan shaff serta mengaturnya.

Dari Anas bin Malik, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Ratakanlah shaff-shaff kalian, karena sesungguhnya meratakan shaff itu termasuk dari kesempurnaan shalat”. [HR. Muslim, juz 1, hal. 324, no. 124]

Dari Anas dari Nabi SAW (beliau bersabda), “Ratakanlah shaff kalian, karena sesungguhnya meratakan shaff itu termasuk dari mendirikan shalat”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 177]

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diturut, maka janganlah kalian menyelisihinya, Apabila imam ruku’, ruku’lah kalian. Apabila imam mengucapkan sami’alloohu liman hamidah, ucapkanlah robbanaa lakal hamdu. Apabila imam sujud, sujudlah kalian. Apabila imam shalat dengan duduk, shalatlah kalian semua dengan duduk. Dan luruskanlah shaff kalian dalam shalat, karena meluruskan shaff itu termasuk baiknya shalat”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 176]

Dari An-Nu’man bin Basyir, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh kalian akan meratakan shaff-shaff kalian, atau (jika tidak mau) Allah akan merubah diantara wajah-wajah kalian”. [HR. Muslim, juz 1, hal. 324, no. 127]

Dari Simaak bin Harb, ia berkata : Saya mendengar An-Nu’man bin Basyir berkata : Dahulu Rasulullah SAW meratakan shaff-shaff kami sehingga berjajar seperti anak-anak panah yang tertata rapi, sehingga beliau melihat bahwa kami telah memahaminya. Kemudian pada suatu hari beliau keluar untuk shalat. Ketika beliau akan bertakbir beliau melihat seorang laki-laki yang dadanya menonjol dari shaff, kemudian beliau bersabda, “Wahai hamba-hamba Allah, sungguh kalian akan meratakan shaff-shaff kalian atau (jika tidak mau) Allah akan merubah diantara wajah-wajah kalian”. [HR. Muslim juz 1, hal. 324, no. 128]

Dari Al-Baraa’ bin ‘Aazib, ia berkata, “Dahulu Rasulullah SAW mendatangi barisan shaff dari sudut ke sudut, beliau meratakan dada- dada kami dan bahu-bahu kami sambil bersabda, “Janganlah kalian maju mundur, yang menyebabkan maju mundurnya hati kalian pula”. Dan beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada ahli shaff yang pertama”. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 178, no. 664].

Dari Anas, ia berkata : Shalat telah diiqamati, lalu Rasulullah SAW menghadap kepada kami dengan wajahnya lalu bersabda, “Luruskanlah shaff-shaff kalian dan rapatkanlah, karena sesungguhnya aku bisa melihat kalian dari balik punggungku”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 176]

Dari Abu Mas’ud, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW meratakan pundak-pundak kami dikala membetulkan shaff untuk shalat seraya bersabda, “Luruskanlah shaff kalian dan janganlah berselisih (yang satu maju ke depan dan yang lain mundur ke belakang) yang menyebabkan berselisih pula hati kalian. Hendaklah dekat kepadaku orang-orang yang mempunyai akal dan kepandaian diantara kalian, kemudian orang-orang yang dibawahnya, kemudian orang-orang yang dibawahnya”. [HR. Muslim, juz 1, hal. 323, no. 122]

Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah dekat kepadaku orang-orang yang mempunyai akal dan kepandaian diantara kalian, kemudian orang-orang yang dibawahnya”, (beliau menyabdakan “kemudian orang-orang yang dibawahnya” tiga kali). “Dan jauhilah hiruk pikuk seperti pasar”. [HR. Muslim, juz 1, hal. 323, no. 123]

Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Luruskanlah shaff-shaff kalian, karena sesungguhnya aku bisa melihat kalian dari balik punggungku”. (Anas berkata) “Dan dahulu seseorang dari kami menempelkan bahunya dengan bahu temannya, dan tapak-kakinya dengan tapak kaki temannya”. [HR. Bukhari juz 1, hal. 177]

Dari Simaak, ia berkata : Saya mendengar An-Nu’man bin Basyir berkata, “Dahulu apabila kami akan shalat, Rasulullah SAW meratakan shaff-shaff kami, dan apabila shaff sudah rata, barulah beliau bertakbir”. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 178, no. 665]

Bersambung …….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*