Dalil Shalat ghaib

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW mengumumkan kematian raja Najasyi pada hari meninggalnya, lalu beliau keluar ke mushalla (bersama para shahabat), kemudian beliau mengatur shaff mereka dan (dalam shalat tersebut) beliau takbir empat kali. [HR. Bukhari juz 2, hal. 71]

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW berhenti pada sebuah qubur yang masih basah (baru), lalu beliau menshalatkannya, sedang para shahabat membuat shaff di belakangnya, dan beliau bertakbir empat kali. [HR. Muslim juz 2, hal. 658. No. 68]

Dari Abu Hurairah bahwasanya ada seorang perempuan hitam (atau seorang pemuda) tukang sapu masjid (telah meninggal), maka Rasulullah SAW kehilangan dia, kemudian beliau menanyakan tentang perempuan (atau pemuda tadi). Lalu para shahabat menjawab, “Dia telah meninggal”. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Mengapa kalian tidak memberitahukan kepadaku ?”. (Abu Hurairah) berkata, “Seolah-olah mereka meremehkan persoalan perempuan atau pemuda itu. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Tunjukkanlah quburnya kepadaku”. Lalu mereka menunjukkannya. Kemudian beliau menshalatkannya, lalu bersabda, “Sesungguhnya qubur ini penuh kegelapan bagi penghuninya, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menerangi qubur ini sebab shalatku pada mereka”. [HR. Muslim juz 2, hal. 659, no. 71]

Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Nabi SAW pernah menshalatkan mayyit sesudah (diqubur) tiga hari. [HR. Daraquthniy juz 2, hal. 78,no. 7]

Dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Nabi SAW pernah menshalatkan (mayyit di maqbaroh) setelah di qubur sebulan. [HR. Daraquthniy juz 2, hal. 78, no. 8]

Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, ia berkata : Rasulullah SAW menshalatkan orang- orang yang mati syahid dalam perang Uhud setelah delapan tahun. [HR. Daraquthniy juz 2, hal. 78, no. 10]

Dari ‘Uqbah, bin ‘Aamir, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW menshalatkan orang-orang yang gugur pada perang Uhud setelah delapan tahun. Beliau seperti berpamitan kepada orang-orang yang masih hidup dan yang sudah mati. Kemudian beliau naik mimbar dan bersabda, “Sungguh aku adalah pendahulu di hadapan kalian, dan aku sebagai saksi atas kalian. Janji yang diberikan kepada kalian adalah telaga, dan sungguh sekarang ini aku melihat telaga itu dari tempat berdiriku ini, Dan aku tidak mengkhawatirkan pada kalian bahwa kalian akan mensekutukan Allah, tetapi yang aku khawatirkan pada kalian adalah keduniaan, bahwa kalian akan saling berlomba berebut keduniaan”. (‘Uqbah bin ‘Aamir) berkata, “Dan peristiwa itu merupakan penglihatanku yang terakhir aku melihat Rasulullah SAW (di mimbar)”. [HR. Bukhari juz 5, hal. 29]

Keterangan : Tentang Nabi SAW menshalatkan orang-orang yang gugur pada perang Uhud setelah delapan tahun, ada ulama yang memahami bahwa shalat di situ maksudnya mendo’akan, karena arti shalat adalah do’a. Namun ada juga ulama yang memahami bahwa shalat di situ adalah betul-betul Nabi SAW menshalatkan orang-orang yang gugur pada perang Uhud tersebut sebagaimana menshalatkan jenazah. Walloohu a’lam..

Shalat jenazah untuk orang yang dihukum hadd.

Dari Jabir, bahwasanya ada seorang laki-laki dari suku Aslam datang kepada Nabi SAW, lalu ia mengaku telah berzina, maka Nabi SAW berpaling daripadanya, sehingga ia bersumpah empat kali. Kemudian Nabi SAW bertanya, “Apakah kamu gila ?”. Ia menjawab, “Tidak”. Nabi SAW bertanya lagi, “Apakah kamu pernah beristri ?”. Ia menjawab, “Ya”. Kemudian Nabi SAW memerintahkan (supaya dilaksanakan hukuman) terhadapnya. Lalu ia dirajam di Mushalla. Kemudian ketika terkena lemparan batu, ia lari. Kemudian ditangkap, lalu dirajam lagi sampai meninggal. Kemudian Nabi SAW bersabda kepadanya, “Ia mendapat kebaikan”, Dan Nabi SAW menshalatkannya. [HR. Bukhari juz 8, hal. 22]

Dari ‘Imran bin Hushainm bahwasanya ada seorang perempuan dari (suku) Juhainah datang kepada Nabi SAW, sedang ia dalam keadaan hamil karena berzina. Lalu ia berkata, “Ya Nabiyyallah, saya wajib dihukum hadd, maka laksanakanlah hukuman itu kepadaku !”. Kemudian Nabi SAW memanggil walinya dan bersabda, “Perlakukanlah dengan baik kepadanya, dan apabila ia telah melahirkan, bawalah ia kemari”. Maka walinya pun melaksanakan perintah itu. Kemudian Nabiyyullah SAW memerintahkan supaya hukuman itu dilaksanakan terhadapnya. Lalu pakaiannya diikat dan dirapikan. Kemudian beliau menyuruh supaya hukuman dilaksanakan. Lalu wanita itupun dirajam. Kemudian Nabi SAW menshalatkannya. Lalu ‘Umar bertanya, “Mengapa engkau menshalatkannya ya Nabiyyallah, padahal ia telah berzina ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ia telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya dibagikan diantara tujuh puluh orang dari penduduk Madinah niscaya mencukupi mereka. Apakah kamu mendapati suatu taubat yang lebih utama dari pada perempuan yang menyerahkan dirinya karena Allah Ta’aalaa ?“. [HR. Muslim juz 3, hal. 1324, no. 24]

Nabi SAW tidak mau menshalatkan orang yang berkhianat dan yang mati bunuh diri.

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaniy, bahwasanya ada seorang laki-laki dari shahabat Nabi SAW yang meninggal pada hari perang Khaibar, lalu para shahabat melaporkan yang demikian itu kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda, “Shalatkanlah saudaramu itu !”. Kemudian berubahlah wajah orang-orang setelah mendengar hal itu. Kamudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saudara kalian itu berkhianat

ketika berperang fii sabiilillaah”. Kemudian kami periksa barang- barangnya, maka kami temukan sebuah permata orang Yahudi yang kira- kira nilainya tidak sampai dua dirham. [HR. Abu Dawud juz 3, hal. 68, no. 2710]

Dari Jabir bin Samurah, ia berkata : Didatangkan kepada Nabi SAW jenazah seorang laki-laki yang mati bunuh diri dengan anak panah yang runcing, namun Nabi SAW tidak mau menshalatkannya. [HR. Muslim juz 2, hal. 672, no. 107]

Keterangan : Bunuh diri itu haram hukumnya. Namun demikian, apabila ada orang Islam yang melakukan hal tersebut, tidak otomatis dia menjadi kafir. Dengan demikian, apabila ada orang Islam yang mati bunuh diri, maka kitapun tetap berkewajiban menshalatkannya. Adapun tentang bunuh dirinya itu, urusan dia dengan Allah, kita serahkan saja kepada-Nya. Karena ada pula riwayat bahwa Nabi SAW mendoakan orang yang mati bunuh diri sebagaimana hadits berikut :

Dari Jabir, bahwasanya Ath-Thufail bin ‘Amr Ad-Dausiy pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, apakah engkau mau berada dalam benteng yang kokoh dan kuat ?”. (Benteng itu milik keluarga Daus di zaman Jahiliyah). Rasulullah SAW menolak tawaran itu, karena sudah ada yang disimpankan Allah pada golongan Anshar. Ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, Ath-Thufail bin ‘Amr juga hijrah ke sana beserta seorang laki-laki dari kaumnya. Ternyata mereka tidak betah tinggal di Madinah. Kemudian orang yang menyertai Ath-Thufail bin ‘Amr tersebut sakit. Lalu dia tidak sabar dengan sakitnya, maka diambilnya anak panah miliknya. Dengan anak panah itu dia potong ruas-ruas jarinya, sehingga kedua tangannya mengalirkan darah dengan deras, sehingga mati. Pada suatu hari Ath-Thufail bin ‘Amr bermimpi bertemu orang itu. Dalam mimpi tersebut Ath-Thufail melihat orang tersebut dalam keadaan baik, tetapi dia menutupi kedua tangannya. Lalu Ath-Thufail bertanya, “Apa tindakan Tuhanmu terhadapmu ?”. Orang itu menjawab, “Dia mengampuniku karena hijrahku kepada Nabi-Nya SAW”. Ath-Thufail bertanya lagi, “Kenapa aku lihat engkau menutupi kedua tanganmu ?”. Orang itu menjawab, “Dikatakan kepadaku : “Kami tidak akan memperbaiki dari dirimu apa yang telah kamu rusak”. Kemudian Ath-Thufail menceritakan mimpinya tersebut kepada Rasulullah SAW, lalu beliau berdoa, “Ya Allah, untuk kedua tangannya, maka ampunilah dia”. [HR. Muslim juz 1, hal 108, no. 184]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*