Memandikan jenazah
Dari Ummu ‘Athiyah Al-Anshariyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW
datang kepada kami ketika putri beliau meninggal dunia. Kemudian beliau
bersabda, “Mandikanlah dia tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian
pandang perlu, dengan air dan bidara, dan yang terakhir campurilah
dengan kapur barus atau sedikit kapur barus. Apabila sudah selesai,
beritahukanlah kepadaku”. (Ummu ‘Athiyah berkata) : Dan setelah selesai,
maka kami memberitahukan kepada beliau, lalu beliau memberikan kain
kepada kami dan bersabda, “Pakaikanlah ini kepadanya”, yakni izaarnya”.
[HR. Bukhari juz 2 hal. 73]
Dari Ummu ‘Athiyah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda ketika
kami memandikan jenazah putri beliau, “Mulailah dari anggota-anggota
sebelah kanan dan anggota-anggota wudlunya”. [HR. Bukhari juz 2, hal.
73]
Dan Ummu ‘Athiyah, RA, ia berkata : Kami memilin (nglabang) rambutnya
putri Nabi SAW menjadi tiga ikatan”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 75]
Dari ‘Yahya bin ‘Abbad dari ayahnya yaitu Abbad bin ‘Abdullah bin Zubair,
ia berkata : Saya mendengar Aisyah berkata : Ketika para shahabat akan
memandikan Nabi SAW, mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak tahu apa
yang harus kami lakukan, apakah kami harus menelanjangi Rasulullah
SAW sebagaimana kami menelanjangi mayyit-mayyit kami, ataukah kami
memandikannya dalam keadaan berpakaian ?”. Setelah mereka berselisih,
lalu Allah menjadikan mereka mengantuk, sehingga demi Allah sampai
tidak ada seorangpun dari mereka itu melainkan janggutnya terkulai ke
dadanya. Kemudian ada seseorang yang memberitahu mereka dari arah
rumah yang mereka tidak mengetahui siapa dia itu, orang tersebut
berkata, “Mandikanlah Nabi SAW dalam keadaan berpakaian !”. Kemudian
mereka menuju kepada Rasulullah SAW, lalu mereka memandikan beliau
dalam keadaan tetap memakai baju gamis beliau, mereka menuangkan air
di atas pakaian beliau dan menggosoknya dengan pakaian beliau. Dan
‘Aisyah berkata, “Seandainya aku menghendaki untuk maju dalam
urusanku, maka aku tidak akan mundur sehingga tidak ada yang
memandikan beliau kecuali istri-istri beliau”. [HR Abu Dawud juz 3 hal.
196, no. 3141]
Keterangan :
Dari hadits-hadits tersebut bisa diambil pengertian bahwa cara
memandikan mayyit itu sebagai berikut:
a. Menyiramkan air ke seluruh tubuh, di mulai dari anggota sebelah kanan
dan anggota wudlu, (bila perlu dengan meremas-remas/memijit perut
mayat secara perlahan-lahan untuk mengeluarkan kotoran yang
mungkin masih tersisa dalam perutnya).
b. Membersihkan tubuh mayyit itu dari najis dan kotoran.
c. Menggosok badannya dengan sepotong kain
d. Memandikannya dengan bilangan ganjil (tiga kali, lima kali, tujuh kali
7
dan seterusnya bila dipandang perlu) dengan air yang dicampuri daun
bidara dan pada siraman yang terakhir dengan air yang dicampur kapur
barus.
e. Mengeringkannya dengan handuk dan sebagainya untuk menjaga agar
tidak membasahi kafan.
Dari ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Mematahkan tulang
mayyit itu (dosanya) seperti halnya mematahkannya diwaktu hidupnya”.
[HR. Abu Dawud juz 3, hal. 212, no. 3207]
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa
meringankan satu kesusahan orang mukmin dari kesusahan-kesusahan-
nya di dunia, maka Allah akan meringankan satu kesusahan dari
kesusahan-kesusahannya pada hari qiyamat. Barangsiapa memberi
kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, Allah akan memberi
kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutup aib
(cela) orang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di
akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu suka
menolong saudaranya”. [HR. Muslim juz 4, hal. 2074, no. 38]
Keterangan : Hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa yang lebih berhak memandikan
mayyit adalah keluarga yang lebih dekat dengannya, dengan syarat ia
mengerti apa yang diperlukan. Dan juga menunjukkan wajibnya berlaku
lemah lembut terhadap mayyit ketika memandikan, mengkafani, membawa
dan sebagainya, serta menganjurkan untuk menutup cacat/aibnya si
mayyit.
Dari Aisyah, ia berkata : Rasulullah SAW pulang dari (mengantarkan
janazah di) pekuburan Baqi’, lalu beliau mendapati aku sedang sakit
kepala, lalu aku berkata, “Aduuh sakitnya kepalaku”, lalu beliau bersabda,
“Bahkan aku juga hai ‘Aisyah, aduuh sakitnya kepalaku”. Kemudian beliau
bersabda, “Tidak ada salahnya kalau engkau mati lebih dahulu lalu aku
yang mengurusmu. Aku akan memandikanmu, mengkafanimu,
menshalatkanmu dan menguburmu”. [HR Ibnu Majah juz 1, hal. 470, no.
1465]
Dari Asma’ binti Umais, ia berkata : Dahulu aku dan ‘Ali RA memandikan
Fathimah putri Rasulullah SAW. [HR. Baihaqiy juz 3, hal. 397]
Keterangan :
Dari hadits di atas bisa diambil pengertian bahwa suami boleh
memandikan istrinya, begitu pula istri boleh memandikan suaminya.
Orang mati syahid di medan pertempuran, tidak dimandikan
Dari Jabir bin ‘Abdullah, ia berkata : Nabi SAW mengumpulkan dua orang
laki-laki yang gugur dalam perang Uhud dalam satu kafan, kemudian
beliau bertanya, “Siapa diantara mereka yang lebih banyak hafal Al-Qur’an
?” Kemudian setelah beliau diberitahu salah satu (yang lebih banyak hafal
Al-Qur’an) diantara keduanya, maka beliau mendahulukannya
memasukkan ke dalam liang lahad. Dan beliau bersabda, “Aku menjadi
saksi atas mereka ini pada hari qiyamat”. Dan beliau memerintahkan
supaya mereka diquburkan dengan darah mereka, dan mereka tidak
dimandikan dan tidak pula dishalatkan. [HR Bukhari juz 2 hal. 93]
Dari Jabir bin ‘Abdullah, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda
tentang orang-orang yang gugur dalam perang Uhud, “Mereka jangan
kalian mandikan, karena setiap luka atau setiap tetes darah akan berbau
kasturi pada hari qiyamat nanti. Dan beliau tidak menshalatkan mereka”.
[HR. Ahmad juz 5, hal. 19, no. 14193]
Dan Yahya bin ‘Abbaad bin ‘Abdullah bin Zubair, dari ayahnya, dari kakeknya,
ia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Dahulu (pada perang
Uhud) pasukan muslimin terdesak mundur meninggalkan Rasulullah SAW
hingga sebagian mereka berada di bawah lembah pada suatu gunung di
Madinah. Kemudian mereka kembali (bergabung) kepada Rasulullah SAW.
Pada waktu itu Handhalah bin Abu ‘Aamir berperang melawan Abu Sufyan ein
Harb. Setelah Handhalah berhasil mengalahkan Abu Sufyan dan hampir saja
membunuhnya, tiba-tiba Syaddad bin Aswad melihatnya, lalu ia menyerang
Handhalah dengan pedang sehingga membunuhnya. Kemudian Rasulullah
SAW bersabda, “Sesungguhnya temanmu yakni Handhalah dimandikan oleh
para malaikat. Maka tanyakanlah kepada istrinya !”. Kemudian para shahabat
bertanya kepada istrinya tentang bagaimana keadaan dia. Kemudian istrinya
menjawab, “Ia keluar dalam keadaan junub ketika mendengar suara ramai
(panggilan berperang)”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Itulah
sebabnya maka ia dimandikan oleh para malaikat”. [HR Ibnu Hibban juz 15
hal. 495, no. 7025]
Leave a Reply