Shalat Hari Raya

Adab mengerjakan shalat ‘Ied dan sunnah-sunnahnya

Mandi dahulu

عَنِ ابْنِ السَّبَّاقِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِيْنَ، اِنَّ هذَا (يَوْمَ اْلجُمُعَةِ) يَوْمٌ جَعَلَهُ اللهُ عِيْدًا فَاغْسِلُوْا. مالك فى الموطأ ١: ٦٥، رقم: ١١٣

Dari Ibnus Sabbaaq, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Hai kaum Muslimin, hari (Jum’ah) ini adalah satu hari yang Allah jadikan hari raya. Karena itu hendaklah kalian mandi”. [HR. Malik, dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 65, no. 113]

Keterangan : Menurut hadits tersebut, hari Jum’ah dipandang sebagai hari raya dan kita disuruh mandi padanya. Dengan demikian dapat difaham, bahwa mandi pada hari raya adalah lebih utama.

Berpakaian dengan pakaian yang baik, bila ada

عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ فِى كُلّ عِيْدٍ. البيهقى ٣: ٢٨٠

Dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW biasa memakai kain buatan Yaman pada tiap-tiap hari raya. [HR. Baihaqiy juz 3, hal. 280, dla’if, mursal]

Makan sebelum berangkat

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ ص لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَ لَا يَطْعَمُ يَوْمَ اْلاَضْحَى حَتَّى يُصَلّيَ. الترمذى ٢: ٢٧، رقم: ٥٤٠

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, “Dahulu Rasulullah SAW tidak pergi Shalat Hari Raya ‘Iedul Fithri melainkan sesudah makan. Dan tidak makan pada Hari Raya ‘Iedul Adlha melainkan sesudah kembali dari shalat”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 540]

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يُفْطِرُ عَلَى تَمَرَاتٍ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ اَنْ يَخْرُجَ اِلَى الْمُصَلَّى. الترمذى ٢: ٢٧، رقم: ٥٤١

Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW dahulu makan beberapa kurma pada hari raya ‘Iedul Fithri sebelum berangkat ke tempat shalat. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 541. Ia berkata : Ini hadits hasan shahih gharib]

Mengambil dua jalan

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ يَوْمَ اْلعِيْدِ فِى طَرِيْقٍ رَجَعَ فِي غَيْرِهِ. الترمذى ٢: ٢٦، رقم: ٥٣٩

Dari Abu Hurairah, ia berkata “Dahulu Rasulullah SAW apabila melewati jalan saat pergi Shalat Hari Raya, maka ketika pulang beliau mengambil jalan lain (dari yang telah dilalui waktu pergi)”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 26, no. 539, hadits hasan gharib]

Waktu dan tempat takbir hari raya

عَنِ الزُّهْرِيّ اَنَّهُ قَالَ:كَانَ النَّبِيُّ ص يَخْرُجُ يَوْمَ اْلفِطْرِ فَيُكَبّرُ مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى. ابو بكر النجاد، مرسل فى نيل الاوطار ٣: ٣٢٧

Dari Az-Zuhriy, ia berkata, “Dahulu Nabi SAW keluar untuk shalat Hari Raya ‘Iedul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat shalat”. [HR. Abu Bakar An-Najjaad, mursal, Nailul Authar juz 3, hal. 327]

عَنِ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ اَخْبَرَهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَانَ يُكَبّرُ يَوْمَ الْفِطْرِ مِنْ حِيْنِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى. البيهقى ٣: ٢٧٩

Dari Salim bin ‘Abdullah, bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Umar memberitahukan kepadanya, bahwasanya dahulu Rasulullah SAW bertakbir pada hari Raya ‘Iedul Fithri dari sejak keluar dari rumah beliau hingga tiba di tempat shalat. [HR. Baihaqi juz 3, hal. 279, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama Musa bin Muhammad bin ‘Atho’ dan Al-Walid bin Muhammad Al-Muqriy]

عَنْ نَافِعٍ اَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْدُوْ اِلَى الْعِيْدِ مِنَ الْمَسْجِدِ وَ كَانَ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيْرِ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى وَ يُكَبّرُ حَتَّى يَأْتِيَ اْلاِمَامُ. البيهقى ٣: ٢٧٩، موقوف

Dari Nafi’ bahwasanya dahlu Ibnu ‘Umar berangkat ke shalat ‘Ied dengan bertakbir dengan suara keras sejak dari masjid sampai tiba di tempat shalat, dan ia terus bertakbir hingga imam datang. [HR. Baihaqi juz 3, hal. 279, mauquf]

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:زَيّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْرِ.الطبراني فى الاوسط 5: ١٨٩، رقم: ٤٣٧٠

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hiasilah Hari Raya-Hari Raya kalian dengan takbir”. [HR. Thabarani di dalam Al-Mu’jamul Ausath juz 5, hal. 189, no. 4370, dla’if karena di dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Umar bin Rasyid, yang dilemahkan oleh Ibnu Ma’in, Abu Zur’ah dan Nasaiy]

Waktu dan tempat bertakbir hari raya menurut hadits yang shahih

عَنْ اُمّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: اَمَرَ رَسُوْلُ اللهِ ص اَنْ نُخْرِجَهُنَّ فيِ اْلفِطْرِ وَ اْلاَضْحَى اْلعَوَاطِقَ وَ اْلحُيَّضَ وَ ذَوَاتِ اْلخُدُوْرِ، فَاَمَّا اْلحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ. مسلم ٢: ٦٠٦

Dari Ummu ‘Athiyah, ia berkata, “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hampir baligh, perempuan-perempuan yang haidl dan juga gadis-gadis dalam pingitan, pada Hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adlha. Adapun wanita-wanita yang haidl itu mereka tidak shalat”. [HSR. Muslim, juz 2, hal. 606]

عَنْ حَفْصَةَ عَنْ اُمّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: كُنَّا نُؤْمَرُ اَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيْدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ وَ يَدْعُوْنَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُوْنَ بَرَكَةَ ذلِكَ الْيَوْمِ وَ طُهْرَتَهُ. البخارى ٢: ٧

Dari Hafshah, dari Ummi ‘Athiyah, ia berkata, “Dahulu pada hari raya kami diperintahkan untuk keluar (ke tempat shalat ‘Ied), sehingga kami mengeluarkan para gadis yang dalam pingitannya, sehingga kami mengeluarkan para wanita yang sedang haidl, lalu mereka berada di tempat belakang para jama’ah, mereka para wanita bertakbir dengan takbir mereka, berdo’a dengan do’a mereka, para wanita itu mengharapkan berkahnya pada hari itu dan kesuciannya (dari dosa)”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 7]

Dari hadits shahih di atas dapat kita fahami bahwa takbir Hari Raya itu dilaksanakan pada waktu tiba di tempat shalat sampai berdirinya shalat.

Waktu shalat hari raya

قَالَ جُنْدَبٌ:كَانَ النَّبِيُّ ص يُصَلّى بِنَا يَوْمَ اْلفِطْرِ وَالشَّمْسُ عَلَى قَيْدِ رُمْحَيْنِ وَ اْلاَضْحَى عَلَى قَيْدِ رُمْحٍ. احمد بن حسن، في نيل الاوطار ٣: ٣٣٣

Telah berkata Jundab, “Adalah Nabi SAW shalat Hari Raya ‘Iedul Fithri bersama kami di waktu matahari tingginya sekadar dua batang tombak dan beliau shalat Hari Raya ‘Iedul Adha diwaktu matahari tingginya sekadar satu batang tombak”. [HR. Ahmad bin Hasan, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 333]

Keterangan : Menurut riwayat di atas, waktu shalat Hari Raya ‘Iedul Adha itu lebih pagi daripada waktu shalat Hari Raya ‘Iedul Fithri.

Shalat sebelum khutbah

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص وَ اَبُوْ بَكْرٍ وَ عُمَرُ رض يُصَلُّوْنَ اْلعِيْدَيْنِ قَبْلَ اْلخُطْبَةِ. البخارى ٢: ٥

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Dahulu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar shalat dua Hari Raya sebelum khutbah”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]

Maksudnya : Rasulullah SAW dan shahabat-shahabatnya mengerjakan shalat ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha sebelum khutbah.

Shalat hari raya tanpa adzan dan iqamah

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيّ ص اْلعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ اَذَانٍ وَ لَا اِقَامَةٍ. مسلم ٢: ٦٠٤

Dari Jabir bin Samurah, ia berkata “Saya shalat dua Hari Raya bersama Rasulullah SAW bukan hanya sekali atau dua kali, (semuanya) tanpa adzan dan iqamah”. [HSR. Muslim juz 2, hal. 604]

Keterangan : Maksud dari riwayat di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW shalat Hari Raya ‘Iedul Fithri dan Hari Raya ‘Iedul Adha tanpa adzan dan iqamah.

Hari raya pada hari Jum’ah

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص اَنَّهُ قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ فيِ يَوْمِكُمْ هذَا، فَمَنْ شَاءَ اَجْزَأَهُ مِنَ اْلجُمُعَةِ وَ اِنَّا مُجَمّعُوْنَ اِنْ شَاءَ اللهُ. ابن ماجه ١: ٤١٦، رقم: ١٣١١

Dari Ibnu ‘Abbas, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Telah terhimpun pada hari ini dua hari raya (hari Raya dan Jum’ah). Maka barangsiapa mau, cukuplah shalat ini buat dia, tidak perlu lagi shalat Jum’ah, tetapi kami tetap akan mendirikan shalat Jum’ah, insyaa-allooh”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 416, no. 1311]

Shalat dan khutbah di tanah lapang

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص كَانَ يُفْطِرُ عَلَى تَمَرَاتٍ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ اَنْ يَخْرُجَ اِلىَ الْمُصَلَّى. الترمذى ٢: ٢٧، رقم: ٥٤١

Dari Anas bin Malik, bahwasanya dahulu pada hari raya ‘iedul Fithri Nabi SAW biasa makan beberapa kurma sebelum berangkat ke Mushalla (tempat shalat hari raya). [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 27, no. 541, ia berkata : Ini hadits hasan shahih gharib]

Keterangan : Dari hadits tersebut bisa difahami bahwa Nabi SAW mengadakan shalat hari Raya di Mushalla (tanah lapang).

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah shalat ‘ied di masjid ketika hujan :

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّهُ اَصَابَهُمْ مَطَرٌ فيِ يَوْمِ عِيْدٍ فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ ص صَلَاةَ الْعِيْدِ فيِ الْمَسْجِدِ. ابو داود ١: ٣٠١رقم: ١١٦٠، ضعيف

Dari Abu Hurairah bahwasanya pada suatu hari Raya, para shahabat kehujanan, maka Nabi SAW mengerjakan shalat Hari Raya bersama mereka di masjid. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 301, no. 1160, dla’if karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Isa bin ‘Abdul A’laa bin Abu Farwah, ia majhul]

Keterangan : Menurut kebiasaan memang Nabi SAW mengerjakan shalat dan khutbah hari Raya di tanah lapang. Tetapi hal itu tidak menunjukkan kepada hukum wajib. Sesuatu perbuatan bisa menunjukkan kepada hukum wajib jika disertai dengan perintah.

Kebanyakan ulama memandang bahwa Nabi SAW mengerjakan yang demikian itu bukan karena tidak shah dikerjakan di masjid, tetapi karena tak cukup tempat di masjid, sebab pada waktu itu orang-orang yang berkumpul pada hari Raya lebih banyak dari pada hari-hari yang lain.

Dari seluruh pembicaraan tersebut, nyatalah bahwa shalat Hari Raya di masjid itu tidak terlarang, apalagi jika turun hujan atau lain-lain halangan. Oleh karena itu perkataan Abu Hurairah tadi walaupun lemah riwayatnya tetapi shahih maknanya. Perlu dijelaskan bahwa Rasulullah SAW shalat di tanah lapang itu diambil dari pengertian Mushalla. Adapun Mushalla di zaman Nabi SAW dijelaskan dalam kitab Fiqhus Sunnah sebagai berikut :

اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بِبَابِ الْمَدِيْنَةِ الشَّرْقِيّ. فقه السنة ١: ٢٦٨

“Mushalla itu adalah suatu tempat di pintu gerbang Madinah sebelah timur”. [Fiqhus Sunnah juz 1, hal. 268]

اَلْمُصَلَّى مَوْضِعٌ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ الْمَسْجِدِ اَلْفَ ذِرَاعٍ. فقه السنة ١: ٢٧١

“Mushalla itu tempatnya berjarak 1.000 hasta dari masjid Madinah”. [Fiqhus Sunnah juz 1, ha. 271]

Dengan keterangan ini, jelaslah bahwa Rasulullah SAW biasanya mengadakan shalat Hari Raya itu di tanah lapang.

Khutbah Nabi SAW :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ النَّبِيّ ص يَوْمَ فِطْرٍ اَوْ اَضْحًى فَصَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ خَطَبَ، ثُمَّ اَتَى النّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَ ذَكَّرَهُنَّ وَ اَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ. البخارى ٢: ٨

Dari ‘Abdur Rahman, ia berkata : Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata, “Aku pernah keluar bersama Nabi SAW pada hari raya ‘Iedul Fithri atau ‘Iedul Adlha, lalu beliau shalat ‘Ied, kemudian berkhutbah. Kemudian beliau datang ke tempat para wanita, memberikan nasehat kepada mereka, mengingatkan mereka, dan menganjurkan kepada mereka untuk bershadaqah”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 8]

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ اَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: قَامَ النَّبِيُّ ص يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ. فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيْهِ النّسَاءُ الصَّدَقَةَ. قُلْتُ لِعَطَاءٍ: زَكَاةَ يَوْمِ الْفِطْرقَالَ: لَا وَلكِنْ صَدَقَةً يَتَصَدَّقْنَ حِينَئِذٍ تُلْقِي فَتَخَهَا وَيُلْقِيْنَ. قُلْتُ اَتُرَى حَقًّا عَلَى الْاِمَامِ ذلِكَ وَ يُذَكّرُهُن قَالَ: اِنَّهُ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ، وَمَا لَهُمْ لَا يَفْعَلُوْنَهُ. البخارى ٢: ٩

Dari ibnu Juraij, ia berkata : ‘Atho’ mengkhabarkan kepadaku dari Jabir bin ‘Abdullah, ia mengatakan bahwa Jabir berkata : Nabi SAW melaksanakan shalat hari raya ‘Iedul Fithri, yang mula-mula beliau lakukan adalah shalat, kemudian berkhutbah. Setelah selesai khutbah, beliau turun lalu datang ke tempat para wanita,, beliau memberikan nasehat, mengingatkan mereka dengan berpegang pada Bilal, sedangkan Bilal membentangkan kainnya, dan para wanita lalu memberikan shadaqahnya. (Ibnu Juraij berkata). Aku bertanya kepada ‘Atho’, “Apakah yang mereka berikan itu zakat fithrah ?”. Ia menjawab, “Bukan, tetapi shadaqah yang para wanita bershadaqah pada waktu itu. Ada wanita yang memberikan gelangnya, dan mereka para wanita memberikan shadaqahnya”. (Ibnu Juraij berkata) : Aku bertanya (kepada ‘Atho’), “Apakah kewajiban imam melakukan demikian itu, memberi nasehat kepada para wanita ?”. (‘Atho’ menjawab), “Ya, itu adalah kewajiban mereka, tetapi entah mengapa mereka sekarang tidak melakukannya”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 9]

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا ثُمَّ اَتَى النّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَاَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَجَعَلْنَ يُلْقِيْنَ تُلْقِي الْمَرْأَةُ خُرْصَهَا وَسِخَابَهَا. البخارى ٢:٥

Dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya dahulu Nabi SAW melaksanakan shalat hari raya ‘Iedul Fithri 2 reka’at, beliau tidak shalat apapun sebelumnya maupun sesudahnya. Kemudian beliau datang bersama Bilal ke tempat para wanita, lalu beliau menganjurkan mereka untuk bershadaqah, lalu para wanita bershadaqah, ada yang memberikan anting-antingnya, dan ada pula yang memberikan kalungnya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 5]

Takbir dalam shalat pada dua hari raya

Takbir shalat pada dua Hari Raya (Hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha), dilaksanakan dengan 7 kali pada rekaat pertama, dan 5 kali pada rekaat yang kedua sebelum membaca Al-Fatihah.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW maupun perbuatan para shahabat.:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ اْلعَاصِ قَالَ:قَالَ نَبِيُّ اللهِ ص: اَلتَّكْبِيْرُ فيِ اْلفِطْرِ سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلَى وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ وَ اْلقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا. ابو داود ١: ٢٩٩، رقم: ١١٥١

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, ia berkata : Nabi Allah SAW bersabda, “Takbir pada (shalat) ‘Iedul Fithri adalah 7 kali di rekaat pertama dan 5 kali di rekaat yang akhir (kedua). Adapun bacaan, sesudah kedua-duanya itu”. [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 299, no. 1151]

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص كَبَّرَ فِى اْلعِيْدِ يَوْمَ اْلفِطْرِ سَبْعًا فِى اْلاُوْلىَ وَ فِى اْلاخِرَةِ خَمْسًا سِوَى تَكْبِيْرَةِ الصَّلَاةِ. الدارقطنى ٢: ٤٢

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah SAW bertakbir dalam shalat hari raya ‘Iedul Fithri tujuh takbir pada rekaat pertama dan lima takbir pada rekaat kedua, selain takbir (yang biasa dalam) shalat. [HR. Daraquthni, juz 2, hal. 48]

Tentang atsar (perbuatan) para shahabat, diriwayatkan :

عَنْ نَافِعٍ مَوْلىَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ اَنَّهُ قَالَ: شَهِدْتُ اْلاَضْحَى وَ اْلفِطْرَ مَعَ اَبِى هُرَيْرَةَ فَكَبَّرَ فيِ الرَّكْعَةِ اْلاُوْلىَ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ وَ فِى اْلآخِرَةِ خَمْسَ تَكْبِيْرَاتٍ قَبْلَ اْلقِرَاءَةِ. مالك فى الموطأ ١: ١٨٠

Dari Nafi’ maula Abdullah bin ‘Umar, bahwa dia berkata, “Aku pernah menyaksikan ‘Iedul Adha dan ‘Iedul Fithri bersama Abu Hurairah. Maka ia bertakbir di rekaat pertama 7 takbir sebelum membaca, dan di rekaat kedua 5 takbir sebelum membaca”. [HR. Malik, di dalam Al-Muwaththa’ juz 1, hal. 180]

عَنْ عَطَاءٍ قَالَ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُكَبّرُ فيِ اْلعِيْدَيْنِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ تَكْبِيْرَةً. سَبْعٌ فيِ اْلاُوْلىَ وَ خَمْسٌ فيِ اْلآخِرَةِ. البيهقى ٣: ٢٨٩

Dari ‘Atha’, ia berkata, “Adalah Ibnu ‘Abbas bertakbir di dua Hari Raya 12 takbir, yaitu 7 di rekaat pertama dan 5 di rekaat yang kedua”. [HR. Baihaqi juz 3, hal. 289]

Bacaan takbir hari raya

Bacaan Takbir pada hari Raya yang bersumber dari shahabat Umar dan Ibnu Mas’ud adalah :

اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ، لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ وَ لِلهِ اْلحَمْدُ. فى نيل الاوطار ٣ :٣٥٨، فقه السنة ١: ٢٧٥

(Alloohu Akbar, Alloohu Akbar, Laa ilaaha illalloohu walloohu Akbar Alloohu Akbar wa lillaahil-hamdu).

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Allah, dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar dan kepunyaan Allah-lah segala pujian. [Dalam Nailul Authar juz 3 hal. 358, Fiqhus Sunnah juz 1 hal. 275]

Ucapan pada hari raya

Para shahabat Nabi SAW jika bertemu di antara mereka pada Hari Raya, mereka mengucapkan :

تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ

“Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian”.

Jubair bin Nufair meriwayatkan :

كَانَ اَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ ص اِذَا تَلَقَّوْا يَوْمَ اْلعِيْدِ يَقُوْلُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ: تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ. جبير بن نفير

Dahulu para shahabat Rasulullah SAW apabila mereka bertemu pada Hari Raya, satu dengan yang lain saling mengucapkan, “Taqobbalalloohu minnaa wa minkum”. [Jubair bin Nufair]

Menentukan awwal bulan dengan Ru’yah (melihat hilal/bulan sabit)

Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah, kita ketahui bahwa perhitungan hari/bulan Qamariyah itu dimulai berdasarkan Hilal, dimana saat itu terjadi ketika mula-mula matahari mendahului tenggelamnya bulan, sehingga saat matahari sudah tenggelam masih kita lihat bulan sabit di ufuq barat. Hal ini perlu kita ketahui karena erat sekali hubungannya dengan kapan kita memulai puasa Ramadlan, dan kapan kita menghakhirinya, dan juga ibadah-ibadah yang lain yang terkait dengan tanggal/bulan, misalnya puasa tasu’a dan ‘asyuraa, ibadah hajji dan lain-lain.

Rasulullah SAW menuntunkan kepada kita cara untuk mengetahui pergantian bulan satu kepada bulan berikutnya, sebagai berikut :

عَنْ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا رَاَيْتُمُ اْلهِلَالَ فَصُوْمُوْا وَ اِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَاَفْطِرُوْا، فَاِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوْا ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا. مسلم ٢: ٧٦٢

Dari Sa’id bin Al-Musayyab, dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila kalian melihat hilal, berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (lagi), berbukalah. Maka apabila mendung (menghalangi kalian), berpuasalah tiga puluh hari. [HR. Muslim juz 2, hal. 762]

عَنْ مُحَمَّدٍ وَ هُوَ بْنُ زِيَادٍ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رض اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ اَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَاِن غُمّيَ عَلَيْكُمْ فَاَكْمِلُوا اْلعَدَدَ. مسلم ٢: ٧٦٢

Dari Muhammad yaitu Ibnu Ziyad, dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya. Dan jika mendung (menghalangi) kalian, maka sempurnakanlah hitungan (bulan menjadi 30). [HR. Muslim juz 2, hal. 762]

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ قَالَ: سَمِعْتُ اَبَا هُرَيْرَةَ رض يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَ اَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَاِنْ غُمّيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوْا ثَلاَثِيْنَ. مسلم ٢: ٧٦٢

Dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata : Aku mendengar Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Berpusalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya (hilal). Maka jika mendung menghalangi kalian, hitunglah bulan itu tiga puluh hari. [HR Muslim juz 2, hal. 762]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*