Puasa Sunnah

Puasa sunnah menurut tuntunan Rasulullah SAW

Puasa enam hari di bulan Syawwal

  1. Dari Abu Ayyub Al-Anshariy, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa puasa Ramadlan lalu ia iringi dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, adalah (pahalanya) seperti puasa setahun”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 822, no. 204]
  2. Dari Tsauban bekas budak Rasulullah SAW dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa puasa enam hari sesudah Hari Raya ‘Iedul Fithri, adalah (serupa) sempurna setahun, (karena) barangsiapa mengerjakan kebaikan, maka ia mendapat pahala sepuluh kali lipat”.
    [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 547, no. 1715]
  3. Dari Tsauban bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Puasa sebulan (Ramadlan) pahalanya sama dengan sepuluh bulan, dan enam hari sesudahnya pahalanya sama dengan dua bulan. Maka yang demikian itu (pahalanya) sama dengan puasa setahun penuh. Yakni bulan Ramadlan dan enam hari sesudahnya (Syawwal)”.
    [HR. Darimiy juz 2 hal. 21, no. 1680]

Keterangan :

  1. Nabi SAW menggembirakan ummatnya agar suka berpuasa enam hari di bulan Syawwal, dengan menyatakan bahwa orang yang berpuasa satu bulan dibulan Ramadlan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka pahalanya sama dengan puasa setahun.
    Pengertiannya demikian :
    Puasa Ramadlan (yang biasanya 30 hari) pahalanya senilai berpuasa 300 hari, karena tiap-tiap satu hari mendapat pahala 10 kali lipat. Dan 6 hari di bulan Syawwal senilai dengan puasa 60 hari, sehingga semuanya berjumlah 360 hari atau sama dengan 1 tahun.
  2. Enam hari dalam bulan Syawwal itu tidak mesti harus berturut-turut yang dimulai dari tanggal 2 (tepat sehabis Hari Raya) sebagaimana yang biasa dikerjakan oleh ummat Islam pada umumnya. Karena tidak ada penjelasan yang tegas dari agama atau keterangan yang sharih (terang/tegas) dan shahih (kuat) dari agama. Dan kita tidak boleh membuat ketentuan sendiri dalam masalah ‘ibadah. Jadi, boleh dan tetap dipandang sempurna oleh syara’ bila kita mengerjakan berselang-seling maupun berturut-turut yang tidak dimulai tanggal 2 Syawwal (tepat sehabis Hari Raya), yang penting masih dalam bulan Syawwal. Kalaupun hendak mengerjakan tepat sehabis Hari Raya dengan berturut-turutpun tidak mengapa, asal tidak dengan keyakinan bahwa itulah cara yang paling sah yang dituntunkan oleh syara’.
  3. Hadits riwayat Muslim yang dijadikan dalil puasa Syawwal tersebut ada sebagian ‘ulama yang menganggap lemah, karena di dalam sanadnya ada perawi Sa’ad bin Sa’id bin Qais yang dicela oleh sebagian ulama ahli hadits. Namun sebagian ‘ulama ahli hadits yang lain berpendapat bahwa celanya Sa’ad bin Sa’id bin Qais tersebut tidak sampai menyebabkan hadits itu menjadi dlaif (lemah). Lagi pula hadits riwayat Muslim itu dikuatkan oleh dua hadits berikutnya yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Darimiy dimana dalam sanadnya tidak terdapat perawi Sa’ad bin Sa’id bin Qais yang dipermasalahkan tersebut. Jadi hadits itu tetap bisa dipakai sebagai dalil. [Bagi yang ingin mengetahui identitas Sa’ad bin Sa’id bin Qais lebih lanjut silakan baca Tahdzibut-Tahdzib juz 3 hal. 408 no. 876, Mizanul I’tidal juz 2 hal. 120 no. 3109, Al-Jarhu wat Ta’dil juz 4 hal. 84 no. 370 dan Taqribut Tahdzib hal. 171 no. 2237]. Walloohu a’lam.

Puasa ‘Arafah

  1. Dari Abu Qatadah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Puasa pada hari ‘Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) itu bisa menghapus dosa-dosa dua tahun, yaitu setahun yang lampau dan setahun yang akan datang. Dan puasa ‘Asyuraa’ (tanggal 10 Muharram) bisa menghapus dosa setahun yang lalu”. [HR. Ahmad juz 8, hal. 261, no. 22598].
  2. Puasa ‘Arafah ini disyariatkan bagi orang-orang yang tidak sedang melakukan wukuf di Arafah, sebagaimana riwayat di bawah ini:
    Dari ‘Ikrimah, ia berkata : Saya pernah datang kepada Abu Hurairah di rumahnya, lalu saya bertanya kepadanya tentang puasa hari ‘Arafah di ‘Arafah, maka jawab Abu Hurairah, “Rasulullah SAW melarang puasa hari ‘Arafah di padang ‘Arafah’. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 551, no. 1732].
  3. Dari ‘Umair maula ‘Abdullah bin ‘Abbas, dari Ummul Fadhl binti Harits, bahwasanya orang-orang berbantah di sisinya pada hari ‘Arafah tentang puasanya Nabi SAW. Sebagian dari mereka berkata, “Beliau SAW berpuasa”. Dan sebagian lainnya berkata, “Beliau SAW tidak berpuasa”. Kemudian Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada Nabi SAW, pada waktu itu Nabi SAW sedang wuquf di atas untanya, lalu Nabi SAW meminumnya”. [HR. Bukhari juz 2, hal. 248]

Puasa Tasu’a dan ‘Asyura’

Tasu’a ialah hari yang ke-9 dari bulan Muharram, sedang ‘Asyura’ adalah hari yang ke-10 dari bulan tersebut.

  1. Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Dahulu kaum Quraisy berpuasa ‘Asyura’ pada masa jahiliyah dan Rasulullah SAW juga berpuasa. Maka setelah berhijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa ‘Asyura’ dan memerintahkan kepada para shahabat untuk berpuasa pada hari itu. Kemudian setelah diwajibkan puasa di bulan Ramadlan, beliau bersabda, “Barangsiapa yang ingin berpuasa ‘Asyura’ silakan berpuasa, dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya silakan tidak berpuasa”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 792, no. 113]
  2. Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyura’. Lalu mereka ditanya (Rasulullah SAW) tentang hal itu. Maka jawab mereka, “Hari ini adalah suatu hari yang Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Musa dan Bani Israil atas Fir’aun, maka kami berpuasa pada hari ini untuk mengagungkannya”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Kalau begitu kami lebih berhaq terhadap Nabi Musa daripada kalian”. Kemudian beliau memerintahkan untuk berpuasa ‘Asyura.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 795, no. 127]
  3. Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW berpuasa ‘Asyura’ (hari ke sepuluh bulan Muharram) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu, para shahabat berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah suatu hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashara”, Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Jika aku masih hidup sampai tahun depan, insyaa Allah kami akan berpuasa Taasi’a (hari ke sembilan). Ibnu ‘Abbas berkata, “Ternyata belum sampai tahun berikutnya, beliau telah wafat”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 798, no. 133].
  4. Dari ‘Abdullah bin ‘Umair mungkin ia mengatakan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas RA) ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kalau aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku berpuasa hari ke-9 (bulan Muharram)”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 798, no. 134]
  5. Dari Abu Qatadah Al-Anshariy RA bahwasanya Rasulullah SAW ditanya tentang puasa beliau. Maka Rasulullah SAW marah. Kemudian ‘Umar berkata, “Kami ridla Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Rasul, dan bai’at kami sebagai bai’at”. (Abu Qatadah) berkata : Lalu beliau ditanya tentang puasa terus-menerus. Maka beliau bersabda, “Tidak ada puasa terus- menerus dan tidak ada berbuka terus-menerus”, atau “Tidak boleh berpuasa terus-menerus dan tidak boleh berbuka terus-menerus”. (Abu Qatadah) berkata : Lalu beliau ditanya tentang puasa dua hari dan berbuka satu hari. Beliau balik bertanya, “Siapa yang kuat melakukan yang demikian itu ?”. Dan beliau ditanya tentang berpuasa satu hari dan berbuka dua hari. Beliau bersabda, “Alangkah baiknya seandainya Allah memberi kekuatan kepada kita untuk melakukan demikian itu”. Dan beliau ditanya tentang berpuasa satu hari dan berbuka satu hari. Beliau bersabda, “Itu puasa saudaraku Dawud AS”. Dan beliau ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau bersabda, “Hari Senin itu adalah hari kelahiranku dan hari aku diutus, atau diturunkannya wahyu kepadaku”. (Abu Qatadah) berkata : Lalu beliau bersabda, “Puasa tiga hari setiap bulan, dan puasa Ramadlan ke Ramadlan adalah sama dengan puasa sepanjang masa”. (Abu Qatadah) berkata : Dan beliau ditanya tentang puasa hari ‘Arafah. Beliau bersabda, “Menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang”. Dan beliau ditanya tentang.puasa ‘Asyuraa’. Beliau bersabda, “Menghapus dosa satu tahun yang lalu”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 819, no. 197]

Puasa Sya’ban

  1. Dari ‘Aisyah Ummul Mukminin RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW berpuasa, sehingga kami mengira seolah-olah beliau tidak pernah berbuka. Dan (apabila) beliau tidak berpuasa, kami mengira seolah-olah beliau tidak pernah berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh melainkan di bulan Ramadlan, dan tidak pernah saya lihat beliau memperbanyak puasa pada bulan lain seperti bulan Sya’ban”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 810, no. 175]
    Keterangan :
    Puasa dalam bulan Sya’ban ini tidak ada ketentuan jumlah hari dan tanggal-tanggalnya, hanya yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah kurang dari satu bulan. Tegasnya tidak satu bulan penuh.

Puasa Senin dan Kamis

  1. Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu Nabi SAW biasa mementingkan puasa Senin dan Kamis”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 124, no. 742, hadits hasan gharib]
  2. Dari Jubair bin Nufair bahwasanya ‘Aisyah berkata, “Sesungguhnya dahulu Rasulullah SAW biasa mementingkan puasa Senin dan Kamis”.
    [HR. Nasaaiy juz 4, hal. 202]
  3. Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Amal- amal ditampakkan (dilaporkan) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku senang manakala amalku ditampakkan sedang aku berpuasa”.
    [HR Tirmidzi juz 2, hal. 124, no. 744, hadits hasan gharib]
  4. Dari Abu Qatadah Al-Anshariy RA bahwasanya Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Senin. Maka beliau bersabda, “(Hari Senin) adalah hari kelahiranku dan hari diturunkannya wahyu kepadaku”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 820, no. 198]

Puasa tiga hari pada tiap bulan (Qamariyah)

  1. Dari Mu’adzah Al-’Adawiyah bahwasanya ia bertanya kepada ‘Aisyah istri Nabi SAW, “Apakah Rasulullah SAW berpuasa tiga hari pada setiap bulan ?”. ‘Aisyah menjawab, “Ya”. Lalu aku bertanya lagi kepadanya, “Pada tanggal berapa beliau berpuasa ?”. ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli tanggal berapa saja berpuasa pada bulan tersebut”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 818, no. 194].
  2. Dari Abu Dzarr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa berpuasa tiga hari setiap bulan, maka yang demikian itu sama dengan puasa sepanjang masa”. Maka Allah Tabaaraka wa Ta’aalaa menurunkan ayat yang membenarkan hal itu dalam kitab-Nya. (Barangsiapa beramal baik, maka baginya pahala sepuluh kali lipat) [Al-An’aam : 160]. Puasa satu hari pahalanya sama dengan berpuasa sepuluh hari.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 131, no. 759, dan ia berkata : Ini hadits hasan].
  3. Dari Musa bin Thalhah, ia berkata : Saya mendengar Abu Dzarr berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai Abu Dzarr, kalau engkau mau puasa tiga hari dari satu bulan, maka puasalah pada hari yang ke-13, 14 dan 15”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 130, no. 758, hadits hasan].
  4. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : “Kekasih saya (Nabi Muhammad SAW) telah berwashiyat kepada saya dengan tiga perkara yaitu : 1. Puasa tiga hari tiap-tiap bulan. 2. Shalat Dluha dua raka’at, dan 3. Shalat witir sebelum tidur”.
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 247]

Puasa dengan berselang hari

  1. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Seutama-utama puasa adalah puasa saudaraku Dawud. Adalah beliau sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa, dan ia tidak lari bila bertemu musuh”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 134, no. 767, ini hadits hasan shahih].
  2. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash, ia berkata : Rasulullah SAW diberitahu bahwasanya ia mengatakan, “Sungguh aku akan shalat malam terus-menerus dan aku akan puasa di siang harinya selama aku hidup”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kamu orang yang mengatakan demikian itu ?”. Lalu aku jawab, “Sungguh aku telah mengatakannya, ya Rasulullah”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kamu tidak akan kuat yang demikian itu, maka berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan shalat malamlah, dan berpuasalah tiga hari setiap bulan. Karena kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Maka yang demikian itu seperti berpuasa sepanjang masa”. ‘Abdullah bin ‘Amr berkata : Lalu aku berkata, “Sesungguhnya aku kuat lebih dari itu”. Beliau SAW bersabda, “Berpuasalah satu hari dan berbukalah dua hari”. ‘Abdullah bin ‘Amr berkata : Lalu aku berkata lagi, “Sesungguhnya aku kuat lebih dari itu, ya Rasulullah”. Beliau SAW bersabda, “Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu puasanya Nabi Dawud AS, dan itulah puasa yang lebih adil”. ‘Abdullah bin ‘Amr berkata : Lalu aku berkata lagi, “Sesungguhnya aku kuat lebih dari itu”. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada yang lebih dari itu”. ‘Abdullah bin ‘Amr RA berkata, “Sungguh aku menerima (puasa) tiga hari yang telah disabdakan Rasulullah SAW itu lebih aku sukai daripada keluargaku dan hartaku”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 812, no. 181]
  3. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda kepadaku, “Wahai ‘Abdullah, apakah benar berita bahwa kamu akan puasa terus-menerus di siang hari dan akan shalat malam terus-menerus sepanjang malam ?”. Lalu aku menjawab, “Benar, ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Jangan kamu lakukan, tetapi berpuasalah dan berbukalah, shalat malamlah dan tidurlah, karena untuk jasadmu ada hak yang harus kamu tunaikan, matamu juga punya hak yang harus kamu tunaikan, istrimu juga punya hak yang harus kamu tunaikan, dan tamumu juga punya hak yang harus kamu tunaikan. Dan cukuplah bagimu bila kamu berpuasa selama tiga hari dalam setiap bulan, karena setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat, dan itu berarti kamu sama dengan melaksanakan puasa sepanjang tahun seluruhnya”. Kemudian aku memperberat diri, maka akupun menjadi berat. Aku berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku kuat lebih dari itu”. Maka beliau bersabda, “Berpuasalah seperti puasanya Nabi Allah Dawud AS, dan jangan kamu tambah lebih dari itu”. Aku bertanya, “Bagaimanakah puasa Nabi Allah Dawud AS ?”. Beliau menjawab, “Berpuasa setengah tahun (sehari puasa dan sehari tidak)”. Di kemudian hari setelah tua ‘Abdullah (bin ‘Amr bin Al-‘Ash) berkata, “Alangkah baiknya seandainya dahulu aku menerima keringanan yang diberikan oleh Nabi SAW”.
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 245]
  4. Dari ‘Aun bin Abu Juhaifah, dari ayahnya, ia berkata : Nabi SAW mempersaudarakan Salman dengan Abud Dardaa’. Suatu hari Salman mengunjungi Abud Dardaa’, lalu ia melihat Ummud Dardaa’ memakai baju yang lusuh, lalu Salman bertanya kepadanya, “Kenapa kamu begitu ?” Ia menjawab, “Saudaramu Abud Dardaa’, dia sudah tidak membutuhkan dunia”. Kemudian Abud Dardaa’ datang. Lalu Salman membuat makanan untuknya. Salman berkata kepada Abud Dardaa’, “Makanlah !”. Abu Dardaa’ menjawab, “Aku sedang berpuasa”. Salman berkata, “Aku tidak akan makan sehingga kamu juga makan”. (Abu Juhaifah) berkata, “Lalu Abu Dardaa’ makan”. Setelah malam hari Abud Dardaa’ bangun, Salman berkata, “Tidurlah !”. Maka iapun tidur. Kemudian Abud Dardaa’ bangun lagi, lalu Salman berkata, “Tidurlah !”. Maka iapun tidur lagi. Ketika akhir malam Salman berkata, “Sekarang bangunlah !”. Kemudian mereka berdua shalat malam. Lalu Salman berkata kepada Abu Dardaa’, “Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, dirimu juga mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, dan istrimu mempunyai hak yang harus kamu tunaikan, maka berikanlah haknya kepada setiap yang mempunyai hak itu”. Kemudian Abud Dardaa’ datang kepada Nabi SAW, lalu ia menceritakan hal itu. Maka Nabi SAW bersabda, “Salman benar”.
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 243]

Hari-hari yang dilarang berpuasa :

Dua hari raya : yaitu hari raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adlha

  1. Dari Abu Sa’id RA, ia berkata, “Nabi SAW telah melarang (orang) berpuasa pada Hari Raya ‘Iedul Fithri dan Hari Raya Qurban (‘Iedul Adlha)”.
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 249].
  2. DarI ‘Umar bin Khaththab, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW melarang dari puasa pada dua Hari Raya. Adapun ‘Iedul Fithri, maka itu adalah hari berbuka kalian dari puasa (Ramadlan) dan Hari Raya bagi orang-orang Islam. Dan adapun ‘Iedul Adlha, maka makanlah daging ibadah qurban kalian”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 135, no. 769, ia berkata : Ini hadits Shahih]

Hari Tasyriq, yaitu : Hari yang ke-11, 12 dan 13 dari bulan Hajji (Dzulhijjah)

  1. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hari ‘Arafah (di ‘Arafah), hari Nahr (menyembelih), dan hari Tasyriq adalah Hari Raya kita orang-orang Islam. Dan hari-hari itu adalah hari makan dan minum”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 135, no. 770, hadits hasan shahih]
  2. Dari Nubaisyah Al-Hudzaliy, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hari-hari Tasyriq adalah hari makan minum dan dzikir (menyebut) Allah”.
    [HR. Muslim juz 2 hal. 800, no. 144].

Hanya berpuasa di hari Jum’at saja

  1. Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Janganlah kalian khususkan malam Jum’at dari malam yang lain untuk shalat, dan janganlah kalian khususkan hari Jum’at dari hari yang lain untuk berpuasa, kecuali seseorang diantara kalian berpuasa padanya (tidak mengkhususkan hari Jum’at)”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 801, no. 148]
  2. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW, “Janganlah seseorang dari kalian puasa di hari Jum’at, kecuali jika ia puasa sebelumnya atau sesudahnya”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 801, no. 147].

Larangan menyambut Ramadlan dengan puasa

  1. Dari abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Apabila bulan Sya’ban tinggal separo, maka janganlah kalian berpuasa.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 121, no. 735, hadits hasan shahih]”
  2. Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Janganlah kalian mendahului (menyambut) bulan Ramadlan dengan berpuasa, kecuali apabila salah seorang diantara kalian melakukan puasa yang biasa ia lakukan”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 121, no. 735].
  3. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadlan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi orang yang melakukan puasa (tidak untuk menyambut Ramadlan), bolehlah ia berpuasa”.
    [HR. Muslim juz 2, hal 762, no. 21].

Puasa terus-menerus

  1. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya. Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya. Tidak (dinamakan) berpuasa, orang yang puasa selama-lamanya”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 815, no. 186].
  2. Dari Abu Qatadah, ia berkata : Ada seseorang yang bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang puasa terus-menerus ?”. Beliau SAW bersabda, “Tidak ada puasa terus-menerus dan tidak ada berbuka terus-menerus, atau tidak boleh berpuasa terus-menerus dan tidak boleh berbuka terus-menerus”.
    [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 133, no. 764, ia berkata : hadits Hasan].

Puasa Wishal.

  1. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang (berpuasa) wishal. Mereka (para shahabat) berkata, “Sesungguhnya engkau berpuasa wishal”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya aku diberi makan dan minum (oleh Allah)”.
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 242].
  2. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW melarang dari berpuasa wishal. Lalu ada seorang laki-laki dari kaum muslimin berkata, “Sesungguhnya engkau berpuasa wishal, ya Rasulullah”. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa diantara kalian yang seperti aku? Sesungguhnya aku bermalam sedang Tuhanku memberi makan dan minum kepadaku”. Setelah para shahabat enggan meninggalkan puasa wishal, lalu Rasulullah SAW berpuasa wishal bersama para shahabat satu hari, lalu satu hari lagi. Kemudian mereka melihat hilal. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya hilal itu belum muncul, tentu aku akan menambah lagi kepada kalian”. Seolah-olah beliau ingin memberikan pelajaran (agar jera) kepada para shahabat ketika mereka enggan meninggalkan puasa wishal.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 774, no. 57].

Boleh berniat puasa pada pagi hari bagi puasa sunnah :

  1. Dari ‘Aisyah ummul mukminin, ia berkata, “Pada suatu hari Nabi SAW masuk ke rumah lalu bertanya, “Apakah kamu mempunyai sesuatu (makanan) ?” Kami menjawab, “Tidak ada”. Maka beliau bersabda, “Bila demikian maka aku akan berpuasa”. Dan pada hari yang lain beliau datang pula, maka kami berkata, “Ya Rasulullah, ada orang yang menghadiahkan hais (makanan yang dibuat dari korma, samin dan susu kambing) kepada kita”. Beliau bersabda, “Perlihatkanlah kepadaku, karena sesungguhnya aku berpagi dalam keadaan berpuasa”. Kemudian beliau makan”.
    [HR. Muslim juz 2, hal. 809, no. 170].

Seorang istri dilarang berpuasa sunnah tanpa seidzin suami :

  1. Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal seorang perempuan berpuasa (sunnah) bila suaminya tidak bepergian melainkan seidzinnya”.
    [HR. Bukhari juz 6, hal 150].
  2. Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW. beliau bersabda: “Seorang perempuan (istri) tidak boleh berpuasa (sunnah) bila suaminya tidak bepergian melainkan dengan idzinnya.
    [HR. Bukhari juz 6, hal. 150]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*